Publisher ID: pub-5956747228423723 Publisher ID: pub-5956747228423723

Tuesday, 3 March 2015

Transfer taxes

Konsep Dasar Transfer Pricing
dalam Pajak Internasional
Oleh: M. Arif Darmawan*
Pembahasaan transfer pricing dalam pajak
internasional semakin menghangat karena
volume perdagangan global yang melibatkan
perusahaan multinasional meningkat. Lebih
dari 60% nilai perdagangan dunia dihasilkan
dari transaksi yang berhubungan dengan
perusahaan multinasional dengan
menggunakan skema transfer pricing
(Darussaalam, 2013). Perusahaan
multinasional ini adalah perusahaan yang
beroperasi di lebih dari satu negara yang
biasanya memiliki hubungan istimewa/afiliasi
serta dikendalikan oleh suatu pihak tertentu.
Perusahaan multinasional tersebut terbiasa
melakukan transaksi transfer pricing yang
disebut transaksi afiliasi.
Definisi Transfer Pricing
Transfer Pricing sendiri sebenarnya sebuah
skema yang sering digunakan oleh perusahaan
untuk mengefisienkan operasionalnya. Dalam
perusahaan, untuk tujuan ekonomi transfer
pricing diartikan sebagai penentuan harga
barang atau jasa oleh suatu unit departemen
dari suatu perusahaan kepada unit departemen
lain yang masih dalam satu perusahaan yang
sama. Dalam perspektif perpajakan, transfer
pricing adalah suatu kebijakan harga dalam
transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa
(Darussalam, 2013). Dalam perpajakan,
terdapat konotasi buruk yang melekat pada
transaksi transfer pricing yang sering disebut
dengan istilah “abuse of transfer pricing”.
Kondisi ini terjadi jika transaksi transfer pricing
tersebut dimaksudkan untuk tujuan manipulasi
perpajakan sehingga adanya shifting profit dari
perusahaan yang berada dalam suatu negara
yang memiliki tarif pajak tinggi ke negara yang
memiliki tarif pajak rendah.
Transfer Pricing dalam Perspektif Pajak
Internasional
Dampak transfer pricing ini akan memengaruhi
pendapatan pajak sebuah negara tempat
perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi.
Jika memang dalam transaksi afiliasi tersebut
ada maksud manipulasi, maka dipastikan
sebuah negara kehilangan potensi pendapatan
pajak yang seharusnya bisa diterima oleh
otoritas pajak negara tersebut. Manipulasi bisa
dilakukan dengan cara memperbesar biaya
atau memperkecil nilai penjualan melalui
mekanisme harga dengan tujuan mengurangi
pembayaran pajak perusahaan. Sehingga
dibutuhkan aturan internasional yang mengatur
kewajaran dari transaksi trasfer pricing
tersebut supaya meminimalkan bahkan
menghilangkan potensi kerugian bagi otoritas
pajak suatu negara. Aturan internasional ini
penting karena adanya perbedaan tarif pajak
dalam masing-masing yurisdiksi (negara) yang
menjadi insentif buat perusahaan multinasional
dalam melakukan transfer pricing .
Aplikasi Arms Length Principle
Arms Length Principle ini menjadi sebuah
pedoman dalam pengujian kewajaran transfer
pricing yang disepakati secara internasional.
Arms Length Principle ini adalah kondisi
dimana suatu transaksi antara pihak
hubungan istimewa/afiliasi dianggap wajar
apabila masing-masing pihak yang
bertransaksi berperilaku selayaknya pihak-
pihak yang independen (Darussalam 2013).
Artinya transaksi yang dilakukan oleh pihak
hubungan istimewa/afiliasi harus dapat
dibandingkan dengan transaksi yang dilakukan
oleh pihak independen. Jika kondisi transaksi
afiliasi tidak sebanding dengan kondisi
transaksi pihak independen, bisa dikatakan
perusahaan tersebut melakukan “abuse of
transfer pricing”. Jika transaksi afiliasi sudah
memenuhi kriteria “arms length principle” ini,
maka transaksi afiliasi tersebut dikatakan
wajar, tidak ada maksud dari perusahaan
untuk memanipulasi transaksi tersebut untuk
mengurangi pembayaran pajak.
Transfer Pricing di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara Asia
paling awal yang memiliki ketentuan transfer
pricing. Tahun 1983 sebenarnya sudah
dijelaskan dalam undang-undang perpajakan
mengenai definisi hubungan istimewa. Namun,
penjelasan dalam undang-undang tersebut
kurang bisa menjelaskan secara aplikasi
bagaimana membuat dokumentasi transfer
pricing. Pada tahun 2010 barulah diterbitkan
Peraturan Dirjen Pajak PER-43/PJ/2010
aplikasi penerapan prinsip kewajaran (arms
length principle) dalam transaksi hubungan
istimewa. Kemudian pada tahun 2011
peraturan tersebut mengalami perubahan
melalui PER-32/PJ/2011. Inti dari kedua
peraturan di atas adalah penjelasan teknis
mengenai kewajiban pembuatan dokumentasi
transfer pricing terhadap transaksi afiliasi .
Dokumentasi tersebut akan membuktikan
bahwa transaksi afiliasi perusahaan
multinasional sudah sesuai dengan kaidah
“arms length principle”.
Di Indonesia sendiri banyak perusahaan
multinasional yang beroperasi di sini. Sehingga
potensi transfer pricing di sini cukup besar.
Namun, dari pengalaman saya masih banyak
perusahaan yang belum mendokumentasikan
secara baik transaksi afiliasinya. Ditambah
SDM otoritas pajak sendiri belum terlalu
memiliki pemahaman dan kompetensi yang
memadai dalam hal transfer pricing . Terlihat
dari beberapa kali pemeriksaan transfer pricing
otoritas pajak memberikan argumen yang tidak
sesuai dengan aturan dalam undang-undang
yang dibuat ataupun tidak sesuai dengan “best
practice” dalam aplikasi konsep transfer
pricing. Kondisi ini pun menyebabkan banyak
kasus transfer pricing yang justru membuat
nama otoritas pajak Indonesia menjadi tidak
baik dimata wajib pajak atau perusahaan.
*Konsultan Transfer Pricing di MUC Tax
Consulting

No comments:

Post a Comment