Publisher ID: pub-5956747228423723 Publisher ID: pub-5956747228423723

Tuesday 7 January 2014

Analisa proyek http://manajemenproyekindonesia.com/?p=774

Mana yang Terbaik : S-Curve, CPM, atau
EVM?
Posted on March 18, 2011 by budisuanda
S-Curve yang
praktis telah lama
digunakan pada
proyek
Pemerintah
maupun Swasta.
Bar Chart dan
turunannya yaitu
CPM yang lebih
akurat dijadikan
persyaratan dalam mengajukan penawaran
proyek, namun jarang digunakan pada
pelaksanaannya. EVM (Earned Value Method)
yang cukup kompleks bahkan “nyaris tak
terdengar”. Lalu sebenarnya yang manakah
yang harus digunakan?
Seperti yang telah dibahas dalam tulisan
sebelumnya bahwa proyek adalah unik.
Memiliki karakteristik yang tidak persis sama
antara proyek yang satu dengan yang lainnya.
Karakteristik proyek yang mempengaruhi
pertimbangan dalam menentukan alat yang
baik dalam membuat atau monitoring
schedule proyek adalah sebagai berikut:
Nilai kontrak proyek
Kompleksitas proyek
Waktu pelaksanaan proyek
Jenis proyek
Kompetensi Tim proyek
Fungsi proyek
Kita akan lihat penjelasan masing-masing
jenis alat monitoring schedule untuk
menentukan jenis alat monitoring yang mana
yang terbaik untuk digunakan dengan
mengaitkannya terhadap kondisi atau
karakteristik proyek.
S-Curve (Kurva-S)
S-Curve atau Kurva S adalah suatu grafik
hubungan antara waktu pelaksanaan proyek
dengan nilai akumulasi progres pelaksanaan
proyek mulai dari awal hingga proyek selesai.
Kurva-S sudah jamak bagi pelaku proyek.
Umumnya proyek menggunakan S-Curve
dalam perencanaan dan monitoring schedule
pelaksanaan proyek, baik pemerintah maupun
swasta.
Grafik Kurva-S
Critical Path Method (CPM)
CPM merupakan suatu metode dalam
mengidentifikasi jalur atau item pekerjaan
yang kritis. Untuk membuatnya dapat secara
manual matematis. Cukup rumit apalagi item
pekerjaan yang banyak dan kompleks. Namun
saat ini banyak software yang menyediakan
fasilitas untuk mendapatkan CPM.
CPM merupakan produk turunan dari Bar
Chart. CPM lebih jarang digunakan dalam
proyek dibandingkan dengan Kurva-S. Pada
kenyataannya banyak pelaku proyek
(Kontraktor, Pengawas, dan Owner) belum
familiar dengan alat yang satu ini kecuali
untuk yang sudah memiliki pendidikan,
pelatihan dan pengalaman yang memadai.
Namun jumlahnya masih belum seberapa.
Penggunaan CPM baru sebatas syarat yang
harus diajukan oleh kontraktor dalam lelang.
Setelah itu dalam pelaksanaannya, hampir
tidak pernah dipakai. Seharusnya CPM yang
dibuat pada saat tender, menjadi baseline
dalam monitoring pelaksanaan proyek.
Berdasarkan pengalaman di proyek, metode
CPM sebenarnya sangat powerfull dalam
membantu proyek keluar dari masalah
keterlambatan. Asal perencanaan awalnya
dibuat cukup memadai. Berikut diberikan
contoh CPM di proyek:
Contoh sederhana CPM
Contoh aplikasi CPM dengan Software
CPM mengilustrasikan terlambat atau tidak
proyek dalam bentuk waktu akhir
pelaksanaan proyek. CPM berisi uraian
pekerjaan yang berada di jalur kritis.
Pekerjaan-pekerjaan yang berada di jalur
kritis harus dijaga oleh Tim Proyek. Start-
Finish-Duration item pekerjaan yang berada
pada jalur kritis harus tidak boleh meleset
karena akan menyebabkan waktu
pelaksanaan akan mundur atau terlambat.
Earned Value Method (EVM)
Konsep earned value digunakan sebagai alat
ukur kinerja yang mengintegrasikan antara
aspek biaya dan aspek waktu. Penggunaannya
di Indonesia “nyaris tak terdengar”.
Penggunaan konsep earned value dalam
penilaian kinerja proyek dijelaskan melalui
Gambar di bawah ini. Beberapa istilah yang
terkait dengan penilaian ini adalah Cost
Variance, Schedule Variance , Cost Performance
Index, Schedule Performance Index , Estimate at
Completion, dan Variance at Completion.
Grafik kurva S Earned Value
Walaupun konsep earned value terlihat
sederhana, namun implementasinya dalam
pengelolaan proyek tidaklah mudah karena
harus didukung oleh sistem manajemen yang
mampu menyediakan input data yang lengkap
dalam perhitungan kinerja proyek. Bila
kinerja proyek buruk, sistem akan mampu
menelusuri bagian mana yang bermasalah
yang menyebabkan pembengkakan biaya dan
terjadinya keterlambatan pelaksanaan proyek.
Terdapat 10 kriteria bagi terselenggaranya
pengelolaan proyek yang berdasarkan pada
konsep earned value, sebagai berikut:
Komitmen manajemen
Menetapkan lingkup proyek dengan work
breakdown structure (WBS).
Menciptakan management control cells ( cost
account ).
Menetapkan tanggung jawab fungsional untuk
setiap bagian terkecil dari manajemen proyek
( project’s management control cells ).
Membuat earned value baseline. .
Penggunaan proses formal penjadwalan
proyek
Pengelolaan biaya tidak langsung ( indirect
cost )
Secara periodik, mengestimasi biaya
penyelesaian proyek
Pelaporan status proyek
Menyusun historical database
Pakai yang Mana?
Berdasarkan penjelasan mengenai masing-
masing alat kendali schedule dan melihat
karakteristik proyek, dapat disusun suatu
tabel rekomendasi alat kontrol yang mana
yang sesuai dengan berbagai kondisi proyek.
Pemakaian tidak terbatas harus
menggunakan salah satu. Jika memang
diperlukan dapat menggunakan lebih dari
satu atau malah pakai ketiga-tiganya. Semua
tergantung dari kondisi proyek yang
dilaksanakan.
Pemilihan alat yang digunakan juga harus
memperhatikan situasi saat proyek tengah
berjalan. Jadi tidak hanya ditentukan pada
saat proyek belum dilaksanakan. Artinya, bisa
saja proyek yang cukup longgar waktu
pelaksanaannya dengan nilai kontrak yang
kecil dan kompleksitasnya rendah dimana
awalnya hanya ditentukan menggunakan S-
Curve dapat bertambah alat kendalinya
menjadi kombinasi S-Curve dan CPM. Ini
situasional. Pahami manfaat masing-masing
alat kendali.
Berikut disampaikan tabel rekomendasi yang
dimaksud yang dibuat berdasarkan
pengalaman dan beberapa referensi yang
terkait dengan pembahasan di atas:
No Karakteristik Proyek S-Curve CPM EVM
A Nilai Kontrak
Kecil √
Sedang √ √
Besar √ √
B Kompleksitas Proyek
Kecil √
Sedang √ √
Tinggi √ √
C Waktu Pelaksanaan
Proyek
Singkat √
Sedang √ √
Panjang √ √
D Jenis Proyek
Pemerintah √
Swasta √ √
International √ √ √
Non-Konstruksi √
E Kompetensi Pelaku
Proyek
Kurang √
Sedang √ √
Tinggi √ √
Contoh:
Jika proyek yang dilaksanakan memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Nilai kontrak kecil ( Rp. 20 M), kompleksitas
sedang (Banyak item pekerjaan termasuk yang
tidak standart dan keterkaitan antar
pekerjaan cukup banyak), waktu pelaksanaan
singkat (4 bulan), Jenis Proyek adalah proyek
pemerintah, dan kompetensi pelaku proyek
dianggap sedang. Maka alat kontrol schedule
yang direkomendasikan adalah:
Nilai kontrak kecil (S-Curve)
Kompleksitas tinggi (S-Curve dan CPM)
Waktu pelaksanaan singkat (CPM)
Proyek pemerintah (S-Curve)
Kompetensi sedang (S-Curve dan CPM)
Berdasarkan kondisi di atas, maka dapat
disarankan untuk menggunakan S-Curve
sebagai alat kendali formal dalam frekuensi
mingguan, namun dalam kesehariannya harus
menggunakan CPM untuk kendali yang lebih
teliti mengingat waktu pelaksanaan yang
singkat.

No comments:

Post a Comment