Publisher ID: pub-5956747228423723 Publisher ID: pub-5956747228423723

Tuesday 26 November 2013

Saham vs obligasi

Mana Yang Lebih Mahal ? Saham atau Obligasi ?
Masih tentang mahal dan murah, kali ini saya akan
membahas tentang konsep Mahal Murah pada Saham d
Obligasi . Dalam teori investasi , umumnya dipelajari
berbagai cara untuk menentukan suatu instrumen
investasi , apakah suatu saham atau obligasi , terlalu
mahal ( overvalued) atau terlalu murah ( undervalued ) .
Meski demikian , membandingkan antara Obligasi dan
Saham yang sejak awal memiliki karakteristik yang
berbeda serta menentukan mana yang lebih mahal itu
ibarat membandingkan “Apel Malang ” dengan “Apel
Washington “. Sama -sama rasanya apel, tapi yang satu
belinya pakai Rupiah , satunya lagi menggunakan Dolla
Tentu anda bisa bilang, kalau gitu, tinggal dikalikan
kurs saja pak? Benar sekali , namun bagaimana membu
obligasi dan saham memiliki “kurs ” yang sama sehingg
bisa dibandingkan satu sama lain ?
Salah satu cara yang sering digunakan untuk menilai
mahal murah obligasi adalah dengan cara
membandingkan antara Yield to Maturity ( YTM ) deng
tingkat keuntungan yang diharapkan investor ( Expect
Return ) . Apabila YTM lebih besar dari Expected Retu
maka dikatakan obligasi murah dan sebaliknya jika YT
lebih kecil dari Expected Return maka dikatakan
obligasi mahal . Untuk saham, salah satu cara yang
dipergunakan adalah menggunakan PER ( Price Earnin
Ratio ) . Jika PER di atas rata - rata ( katakan ) 5 tahun
terakhir maka dikatakan secara valuasi harga saham
sudah mahal dan sebaliknya murah jika di bawah. Ada
referensi artikel tentang PE Ratio yang sudah perna
saya tulis , anda bisa baca -baca kembali sebagai
referensi:
Apa yang sebaiknya dilakukan investor saat ini
( Agustus 2011)?
Strategi Investasi di Tengah Kemelut Pasar
Jika anda pelajari lebih lanjut , sebetulnya konsep
tentang YTM dan PE Ratio masih dapat dikembangka
lebih lanjut sehingga kita bisa membandingkan Saham
dan Obligasi secara apple to apple. Konsep yang ingin
saya perkenalkan disini disebut Earning Yield. Earnin
Yield secara teoritis adalah persentase keuntungan da
investasi saham yang berasal dari keuntungan
perusahaan. Earning Yield ( EY ) dihitung dengan cara
1 / PER. Misalnya suatu saham memiliki PER = 10 , m
EYnya adalah 1 / 10 = 10 %. Untuk lebih jelasnya saya
berikan ilustrasi sebagai berikut :
Suatu perusahaan memiliki keuntungan bersih
sebesar Rp 100 juta per tahun
Harga pasar dari saham tersebut adalah Rp 1 Mill
Harga Pasar / Keuntungan Bersih menghasilkan P
Ratio sebesar 10 x ( 10 kali~ cara baca PE Ratio)
Bagi anda yang berkecimpung di kewirausahaan
disebut 10 x ini sama dengan tahun yang dibutuhk
agar balik modal
Bagi dunia investasi , sebetulnya cukup sederhana,
kalau investasi Rp 1 Milliar menghasilkan Rp 100 j
per tahun maka sama dengan untung 10 % per tah
dan 10 % tersebut disebut Earning Yield. EY bisa
dihitung dengan 1/ PER atau Keuntungan Bersih /
Harga Pasar.
Selanjutnya setelah kita mendapatkan Earning Yield
saham dan Yield to Maturity obligasi , maka langkah
selanjutnya adalah membandingkan kedua angka
tersebut .
Apabila Earning Yield Saham > Yield to Maturity
Obligasi , maka dikatakan Saham lebih MURAH
dibandingkan Obligasi
Apabila Earning Yield Saham < Yield to Maturity
Obligasi , maka dikatakan Saham lebih MAHAL
dibandingkan Obligasi
Earning Yield pada prakteknya juga digunakan sebag
salah satu pertimbangan oleh Manajer Investasi untuk
menentukan aset alokasi , apakah saat ini harus lebih
banyak ke saham atau ke obligasi .
Praktek Penggunaan EY dan YTM
Pada saat dipraktekkan , tentu pertanyaannya EY dar
saham mana yang dipergunakan. Ada lebih dari 500
emiten di bursa saat ini. Ada saham yang aktif ada
pula yang tidak . Ada saham yang perusahaannya untu
dan ada pula yang rugi. Umumnya untuk penggunaan
saham digunakan indeks saham secara keseluruhan ata
indeks yang dianggap mencerminkan kondisi secara
keseluruhan seperti LQ -45 atau Kompas -100 .
Bagaimana dengan obligasi ? Obligasi juga tidak kalah
komplit , selain ada obligasi negara dan obligasi
korporasi, jatuh tempo juga berbeda - beda pula. Dari
tahun hingga 30 tahun . Secara rule of thumb, obligas
yang dianggap mencerminkan acuan suatu negara adal
Yield Obligasi Negara ( dengan jatuh tempo ) 10 Tahun
Jadi dengan membandingkan Earning Yield dari
( misalnya LQ -45 ) dan Yield Obligasi Indonesia 10
tahun , kita bisa menentukan apakah sekarang kondisi
saham lebih mahal atau lebih murah dibandingkan
dengan harga obligasi . Dengan menggunakan data ya
bersumber dari www. infovesta . com , perbandingannya
adalah sebagai berikut :
Sumber : www. infovesta . com , diolah
Perbandingan di atas menunjukkan selama 1 minggu
terakhir , Saham sudah lebih Murah dibandingkan
Obligasi . Secara teoritis, saat ini membeli saham lebi
baik dibandingkan obligasi karena secara valuasi lebih
murah. Namun hal ini bukan berarti harga saham akan
naik dan harga obligasi akan turun atau sebaliknya.
Meski valuasi merupakan faktor yang memiliki peran
cukup penting dalam menentukan naik turunnya harga
namun faktor pengaruh dari luar seperti potensi
kenaikan inflasi dan faktor permintaan & penawaran
asing ( karena krisis minyak Iran , krisis Eropa , kondisi
AS ) juga terkadang memberikan pengaruh yang
signifikan .
Kepada anda yang memiliki portofolio berimbang anta
saham dan obligasi atau reksa dana saham dan
pendapatan tetap, ada baiknya faktor valuasi menjadi
salah satu tambahan pertimbangan anda dalam
mengambil keputusan . Semoga artikel ini bermanfaat
bagi anda semua.
Penyebutan produk investasi ( jika ada ) tidak
bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk ,
ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk
instrumen tertentu . Tujuan pemberian contoh adalah
untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini
penulis . Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan aka
kembali terulang pada masa yang akan datang . Selur
tulisan di atas merupakan opini pribadi

No comments:

Post a Comment